PENDEKATAN KOMUNIKATIF
1. Pendekatan
Komunikatif dalam Pembelajaran Apresiasi Prosa (Cerita)
Pembelajaran
sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa, maka pelaksanaannya
berintegrasi dengan pembelajaran bahasa. Tujuan umum pengajaran sastra agar
siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Sastra
sendiri merupakan karya seni yang menggunakan bahasa. Oleh karena itu, pembelajaran
sastra dapat dengan mudah diintegrasikan dengan pembelajaran bahasa. Di samping
itu, diabadikan kepada kepentingan pengembangan kemampuan berkomunikasi, baik
lisan maupun tulisan, baik pemahaman (reseptif) maupun penggunaan (produktif),
sesuai karakteristik pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif.
Dalam proses
pembelajaran prosa ada berbagai kegiatan yang dapat dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain ialah menyimak pembaca prosa, tentang
prosa, membaca prosa, dan mengarang prosa.
Membaca
prosa termasuk kegiatan membaca pemahaman. Dalam kegiatan pembelajaran prosa,
siswa diarahkan untuk memahami prosa yang dibacanya. Hal apa saja yang harus
dipahami siswa? Ada tiga hal yang penting untuk diperhatikan, iaitu: tokoh,
alur, dan latar cerita.
a. Pemahaman
Tokoh Cerita
Tokoh termasuk unsur cerita yang sangat penting. Tidak ada cerita tanpa tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, tokoh yang satu berbeda dengan tokoh yang lainnya. Perbedaan tokoh itu ditandai dengan perbedaan nama, perbedaan fisik, dan perbedaan watak masing-masing tokoh. Dalam pembelajarn prosa para siswa dibimbing untuk dapat mengidentifikasi perbedaan nama, kondisi fisik, dan watak setiap tokoh yang terdapat dalam cerita yang dibacanya.
Tokoh termasuk unsur cerita yang sangat penting. Tidak ada cerita tanpa tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, tokoh yang satu berbeda dengan tokoh yang lainnya. Perbedaan tokoh itu ditandai dengan perbedaan nama, perbedaan fisik, dan perbedaan watak masing-masing tokoh. Dalam pembelajarn prosa para siswa dibimbing untuk dapat mengidentifikasi perbedaan nama, kondisi fisik, dan watak setiap tokoh yang terdapat dalam cerita yang dibacanya.
Berkenaan
dengan tokoh dalam cerita iaitu tokoh pratagonis dan tokoh antagonis. Tokoh
pratagonis adalah tokoh yang mendapat simpati pembaca, karena memiliki watak
tertentu, maka para pembaca berpihak kepadanya.dan sering menjadi idola
pembacanya. Tokoh antagonis dibenci pembaca karena hadir sebagai lawan dari
tokoh pratagonis.
Daya tarik
sebuah cerita antara lain disebabkan oleh adanya pertentangan antara tokoh
pratagonis dengan tokoh antagonis. Baik tokoh pratagonis maupun tokoh antagonis
biasanya menjadi fokus cerita biasa disebut tokoh utama. Tokoh utama baik yang
berkarakter menyenangkan maupun yang berkarakter tidak menyenangkan (jahat),
biasanya didukung oleh tokoh-tokoh yang lain yang biasa disbut tokoh pendukung.
Dalam
pembelajaran membaca prosa (cerita), siswa dibimbing untuk menemukan tokoh
utama dan tokoh pendukungnya. Di samping itu, mereka dibimbing pula untuk
menemukan tokoh pratagonis dan antagonis.
b. Pemahaman
Alur Cerita
Alur atau
plot ialah rangkaian kejadian dalam cerita. Rangkaian kejadian itu dibangun
berdasarkan hukum sebab akibat. Sebuah peristiwa yang terjadi dalam sebuah
cerita harus berdasarkan sebab yang masuk akal (logis). Perilaku seorang tokoh
dalam sebuah cerita sangat berkaitan dengan karakter para tokohnya.
c. Pemahaman
Latar Cerita
Sebuah
cerita terjadi di sebuah tempat dan pada waktu tertentu. Tempat dan waktu
terjadinya sebuah peristiwa mempunyai iklim, kondisi, budaya, adat istiadat dan
suasana tertentu. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi karakter setiap
tokoh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa latar sebuah cerita dapat
berpengaruh terhadap karakter setiap tokoh yang ada dalam cerita yang
bersangkutan.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat dilihat bahwa tokoh cerita, alur, dan latar merupakan
unsur-unsur cerita yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
Guru dalam hal ini membimbing siswa menemukan ketiga unsur yang terkandung
dalam cerita yang dibacanya.
2. Media
Pembelajaran Prosa (Cerita)
Media
pembelajaran merupaka salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pembelajaran.
Penggunaan media dalam pembelajaran sedikitnya ada dua keuntungan iaitu:
a. Dapat
membuat pendidikan (pembelajaran) lebih produktif, dan
b. Dapat
membuat pendidikan (pembelajaran) lebih individual (Jobrohim, 1994).
Penggunaan
media dapat membuat pembelajar lebih produktif karena media menyuguhkan
pengalaman belajar yang lebih kaya, tidak hanya melibatkan satu alat indra
saja. Dengan adanya media, para siswa tidak hanya dapat belajar melalui
menyimak, tetapi juga melalui kegiatan melihat dan mengamati. Hal ini dapat
meningkatkan kekuatan memori dan perhatian sehingga pembelajaran akan lebih
produktif. Di samping itu, penggunaan media pun dapat mewadahi potensi
individual para siswa.
Para siswa
lebih kuat daya ingat dan daya serapnya melalui kegiatan melihat, dan demikian
pula siswa yang lebih kuat daya dengarnya. Dengan demikian, penggunaan media,
di samping dapat membuat pembelajaran lebih produktif, juga membuat pembelajar
lebih individual.
Pembelajaran
sastra sebaiknya menggunakan media yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan.
Untuk pelatihan deklamasi mungkin diperlukan model. Model deklamasi yang baik
dapat diharapkan melalui rekaman vidio dan mungkin pula menghadirkan deklamator
yang baik ke ruang belajar. Cara yang lebih praktis tentu saja memilih siswa
yang mahir berdeklamasi untuk tampil di muka kelas. Dan saat yang biasanya
dinantikan oleh para siswa adalah penampilan guru sebagai deklamator yang
selalu mengesankan.
5. Evaluasi
Evaluasi
atau penilaian dimaksudkan untuk mengetahui apakah program yang bersangkutan
telah sesuai dengan perencanaan atau telah mencapai target atau belum.
Penilaian dalam pembelajaran sastra ditujukan oleh dua hal yakni, hasil belajar
siswa dan proses pembelajaran itu sendiri. Hasil penilaian tersebut bermanfaat
bagi siswa untuk mengukur kemajuan belajarnya dan bermanfaat pula bagi guru
untuk menemukan kekurangan dan kelebihan yang selanjutnya dijadikan masukan
bagi perbaikan bagi kegiatan pembelajaran berikutnya, (Jobrohim, 1994).
Alat
penilaian sebenarnya dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran sastra. Hal
ini dapat terjadi jika penilaian yang dilakukan lebih ditekankan pada kemampuan
apresiasi siswa (secara langsung). Namun dalam kenyataannya di sekolah
penilaian hasil belajr sastra lebih menekankan ranah kognitif, ranah psikomotor
dan afektif kurang mendapat perhatian. (Jobrohim, 1994).
Berkenaan
dengan tes sastra, Moody mengetengahkan adanya empat tingkatan tes sastra,
iaitu:
a. Tingkat
Informasi
Merupakan
tes yang berkenaan dengan data dasar suatu karya sastra dan data yang menunjang
dalam proses penafsiran karya sastra yang bersangkutan, misalnya biografi
pengarang.
b. Tingkat
Konsep
Tes ini
berkaitan dengan persepsi tentang bagaimana unsur-unsur karya sastra
diorganisasikan. Tes ini menuntut kemampuan kognitif siswa yang lebih tinggi
tidak hanya tingkat pemahaman, tetapi juga tingkat analisis dan sintesis.
c. Tingkat
Perspektif
Tes ini
berkaitan dengan pandangan siswa mengenai karya sastra yang dibacanya. Tes ini
pun menuntut kemampuan kognitif siswa pada tingkat tinggi. Kemampuan kognitif
yang dituntut adalah tingkat aplikasi, evaluasi, analisis, dan sintesis.
d. Tingkat
Apresiasi
Kemampuan
kognitif yang dituntut oleh tes ini adalah aplikasi, analisis, sintesis, dan
yang terutama adalah evalusi (Nurgiantoro, 1988).
Di samping tingkatan tes tersebut, perlu pula
dipahami bahwa tes sastra harus memenuhi persyaratan tes yang baik seperti
halnya tes-tes yang lain, yakni kesahihan (validitas). Keterpercayaan
(reabilitas), dan kepraktisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar