Rabu, 15 Mei 2013

MORFOLOGI : PROSES PEMBUBUHAN AFIKS

PROSES PEMBUBUHAN AFIKS
            Proses pembubuhan afiks ialah pembubuhan afiks pada sesuatu bentuk, baik bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Misalnya pembubuhan afiks ber- pada bentuk jalan, menjadi berjalan, pada sepeda menjadi bersepeda, pada susah payah menjadi bersusah payah, pada gerilya menjadi bergerilya. Pembubuhan afiks meN pada tulis, menjadi menulis, pad abaca, menjadi membaca. Ada juga afiks yang tidak berbentuk kata, melainkan membentuk pokok kata, ialah afiks per-, -kan, dan -i, misalnya perbesar, perkecil, perluas, perindah, perkaya, ambilkan, tuliskan, duduki, temani.
            Bentuk yang dilekati afiks, atau bentuk yang menjadi dasar pembentukan bagi bentuk yang lebih besar itu disebut bentuk dasar. Bentuk dasar kata berjalan ialah jalan, bentuk dasar kata bersusah payahialah susah payah, bentuk dasar kata berkeperimanusiaan ialah perikemanusiaan. Balam proses pembubuhan afiks, bentuk dasar merupakan salah satu dari unsure langsung yang bukan afiks. Ada bentuk dasar yang dapat berdiri sendiri sebagai kata, misalnya pakaian dalam berpakaian, jalan dalam berjalan, rumah dalam berumah, gembira dalam kegembiraan, malas dalam kemalasan, takut dalam penakut, laut dalam lautan, tetapi ada juga bentuk dasar yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata dalam penggunaan bahasa, misalnya temu dan bertemu, alir dalam mengalir, sandar dalam bersandar, kejut dalam kejutan.
            Penentuan bentuk dasar tidak terlepas dari prinsip unsur langsung. Bentuk dasar dalam proses pembubuhan afiks tentu merupakan satu diantara dua unsur langsung yang bukan afiks. Pada berpakaian, bentuk dasarnya tentu satu diantara dari dua unsur langsungnya, ialah ber- dan pakaian, karena ber- merupakan afiks, maka bentuk dasarnya pakaian. Demikian pula dengan berkemauan, bentuk dasanya tentu kemauan, karena ber- merupakan afiks. Pada mengambilkan, bentuk dasarnya mungkin menggambil, mungkin pula ambilkan tetapi bukan ambil.


AFIKS
            Afiks ialah suatu bentuk linguistic yang di dalam suatu kata merupaka unrus langsung yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Misalnya kata minuman. Kata ini terdiri dari dua unsur langsung, ialah minum, yang merupakan bentuk bebas, dan -an yang merupakan bentuk terikat. Maka morfem -an diduga merupakan afiks.
            Dari deretan morfologis, dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas dua unsur langsung, ialah morfem ber- dan morfem temu. Morfem ber- maupun temu, keduanya bukan bentuk bebas. Afiks merupakan unsur langsung yang kemungkinan melekatnya pada bentuk-bentuk lain lebih banyak. Apabila morfem ber- dibandingkan dengan temu, pastilah ber- mempunyai kemungkinan melekat yang lebih banyak daripada temu. Maka dapat ditentukan bahwa ber- merupakan afiks, dan temu merupakan bentuk  dasar yang beupa pokok kata.
            Afiks tentu berupa bentuk terikat, artinya bentuk itu dalam tuturan yang biasa tidak dapat berdiri sendriri, dan secara gramatis selalu melekat pada betuk lain. Bentuk di seperti, di rumah, di pekarangan, di ruang tidak dapat digolongkan afiks, sebab sebenarnya bentuk itu secara gramatis mempunyai sifat bebas. Demikian pula halnya bentu ke, seperti ke rumah, ke toko, ke kota, ke desa, yang berbeda dengan bentuk ke-, seperti kedua, kehendak, kekasih.
            Bentuk-bentuk ku, mu, nya, kau, dan isme, bukan merupakan afiks, melainkan termasuk golongan klitik, karena bentuk-bentuk tersebut memiliki arti leksis, sedangkan afiks tidak. Bentuk nya yang termasuk golongan klitik ialah bentuk nya yang jelas mempunyai pertalian dengan ia. Bentuk –nya yang sudah tidak mempunyai pertalian arti dengan ia, misalnya dalam rupanya dan agaknya termasuk golongan afiks, karena hubungannya dengan arti leksisnya sudah terputus.
            Bentuk isme seperti dalam nasionalisme, patriotism, islamisme, sukuisme juga tidak dapat dimasukkan kedalam golongan afiks, karena bentuk tersebut jelas masih memiliki arti leksis. Bentuk tersebut termasuk golongan klitik.
            Demilikanlah, dari penelitian yang dilakukan terhadap bentuk-bentuk kata dalam bahasa Indonesia, di dapat afiks-afiks seperti di bawah ini:
Prefiks
Infiks
Sufiks
meN-
ber-
di-
ter-
peN-
pe-
se-
per-
pra-
ke-
a-
maha-
para-
-ei-
-er-
-em-
-kan
-an
-i
-nya
-wan
-wati
-is
-man
-da
-wi

AFIKS ASLI DAN AFIKS DARI BAHASA ASING
            Bentuk –in seperti pada muslimin, dan –at seperti pada muslimat, yang dalam bahasa aslinya, ialah bahasa Arab, merupakan afiks, tidak atau belum tentu dapat digolongkan afiks dalam bahasa Indonesia. Berbeda sekali dengan –wan. Afiks ini berasal dari bahasa Sansekerta, maka –wan tersebut dapat digolongkan dalam golongan afiks bahasa Indonesia. Misalnya tokowan, usahawan, gerilyawan, sejarahwan, dan masih banyak lagi. Afiks dalam bahasa asing dapat dimasukkan kedalam golongan afiks bahasa Indonesia, apabila afiks tersebut sudah dapat keluar dari lingkungannya, maksudnya sanggup melekat pada bentuk-bentuk yang tidak berasal dari bahasanya sendiri.
            Bentuk –if seperti dalam sportif, -us seperti dalam politikus, -or seperti dalam koruptor, pre- seperti dalam prehistori, im- seperti dalam improduktif, belum dapat dimasukkan kedalam afiks bahasa Indonesia, karena belum mampu keluar dari lingkungannya, sehingga bagi pemakai bahasa Indonesia, morfem-morfem tersebut sama sekali tidak terasa atau belum terasa sebagai afiks.

AFIKS YANG PRODUKTIF DAN AFIKS YANG IMPRODUKTIF
            Berdasarkan produktivitasnya, afiks dapat digolongkan menjadi dua golongan, ialah afiks yang produktif dan yang improduktif.
            Afiks yang produktif ialah afiks yang hidup, yang memiliki kesanggupan yang besar untuk melekat pada kata-kata atau morfem-morfem, seperti ternyata dari distribusinya, sedangkan afiks yang improduktif ialah afiks yang sudah usang, yang distribusinya terbatas pada beberapa kata, yang tidak lagi membentuk kata-kata baru.
            Contoh afiks yang produktif, meskipun afiks itu berasal dari bahasa asing, ialah afiks       -wan. Di sammping bentuk-bentuk lama seperti bangsawan, hartawan, jutawan, dermawan, timbullah bentuk-bentuk kata baru, misalnya sejarawan, negarawan, bahasawan, karyawan, dsb. Demikian pula afiks per-an, misalnya perkoperasian, perbankan, pertokoan, perkebunan, dsb; peN-an, misalnya pemikiran, penghijauan, pembangunan, pengambilan, pengawetan, penyususnan, dsb; afiks ke-an, misalnya keadilan, kewargaan, keberangkatan, kepergian, kemanusiaan, dsb.
            Contoh afiks yang improduktif, misalnya afiks –man, yang hanya terdapat pada kalimat budiman dan seniman, afiks-afiks -el-, -er-, dan -em-, yang terdapat pada gemetar, geletar, gerigi, gerenyut, gemuruh, temali, suruling, afiks –da yang hanya terdapat pada kata-kata yang menyatakan hubungan kekeluargaan, misalnya adinda, kakanda, ayahnda, nenenda, pamanda, ibunda.
            Dari pengamatan terhadap produktivitas afiks-afiks, dapatlah dikemukakan di sini bahwa yang termasuk golongan afiks yang produktif ialah:
Prefiks
Infiks
Sufiks
Simulfiks
meN-
ber-
di-
ter-
peN-
pe-
se-
per-
ke-
-          -
-kan
-an
-i
-wan
ke-an
peN-an
per-an
ber-an
se-nya
 Yang tergolong afiks yang improduktif ialah pra-, a-, -el-, -er-, -em-, -wati, -is, -man, -da, dan –wi.

PROSES PENGGULANGAN
            Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak hasil pengulangan itu di sini disebut kata ulang, sedangkan bentuk yang diulang merupakan bentuk dasar. Misalnya kata ulang rumah-rumah dari bentuk dasar rumah.
            Setiap kata ulang tentu memiliki bantuk dasar. Bentuk-bentuk seperti sia-sia, alun-alun, mondar-mandir, compang-camping, huru-hara dalam tinjauan deskriptif, tidak dapat digolongkan kata ulang, karena sebenarnya tidak ada bentuk yang diulang. Dari deretan morfologis, dapat ditentukan bahwa sesungguhnya tidak ada bentuk yang lebih kecil dari bentuk-bentuk tersebut. Secara historis atau komparatif, mungkin bentuk-bentuk itu dapat dimasukkan ke dalam golongan kata ulang. Tetapi uraian di sini tidak berdasarkan tinjauan historis maupun komparatif. Dari deretan morfologis, akan ternyata bahwa sia, alun, mondar atau mandir, compang atau camping, huru atau hara bukan bentuk linguistic, berbeda dengan temu. Sekalipun bentuk ini tidak pernah bertemu dalam bentuk temu, tetapi dari deretan morfologis dapat  dipastikan bahwa beentu itu ada. Deretan morfologisnya:
                                                            pertemuan
                                                            penemuan
                                                            bertemu
                                                            ketemu
                                                            ditemukan
                                                            menemukan
                                                            temu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar