PROSES
PEMBUBUHAN AFIKS
Proses pembubuhan afiks ialah
pembubuhan afiks pada sesuatu bentuk, baik bentuk tunggal maupun bentuk
kompleks, untuk membentuk kata. Misalnya pembubuhan afiks ber- pada bentuk jalan,
menjadi berjalan, pada sepeda menjadi bersepeda, pada susah payah
menjadi bersusah payah, pada gerilya menjadi bergerilya. Pembubuhan afiks meN pada tulis, menjadi menulis, pad
abaca, menjadi membaca. Ada juga afiks yang tidak berbentuk kata, melainkan
membentuk pokok kata, ialah afiks per-, -kan, dan -i, misalnya perbesar,
perkecil, perluas, perindah, perkaya, ambilkan, tuliskan, duduki, temani.
Bentuk yang dilekati afiks, atau
bentuk yang menjadi dasar pembentukan bagi bentuk yang lebih besar itu disebut
bentuk dasar. Bentuk dasar kata berjalan ialah jalan, bentuk dasar kata
bersusah payahialah susah payah, bentuk dasar kata berkeperimanusiaan ialah
perikemanusiaan. Balam proses pembubuhan afiks, bentuk dasar merupakan salah
satu dari unsure langsung yang bukan afiks. Ada bentuk dasar yang dapat berdiri
sendiri sebagai kata, misalnya pakaian dalam berpakaian, jalan dalam berjalan,
rumah dalam berumah, gembira dalam kegembiraan, malas dalam kemalasan, takut
dalam penakut, laut dalam lautan, tetapi ada juga bentuk dasar yang tidak dapat
berdiri sendiri sebagai kata dalam penggunaan bahasa, misalnya temu dan
bertemu, alir dalam mengalir, sandar dalam bersandar, kejut dalam kejutan.
Penentuan bentuk dasar tidak
terlepas dari prinsip unsur langsung. Bentuk dasar dalam proses pembubuhan afiks
tentu merupakan satu diantara dua unsur langsung yang bukan afiks. Pada
berpakaian, bentuk dasarnya tentu satu diantara dari dua unsur langsungnya,
ialah ber- dan pakaian, karena ber- merupakan afiks, maka bentuk dasarnya
pakaian. Demikian pula dengan berkemauan, bentuk dasanya tentu kemauan, karena
ber- merupakan afiks. Pada mengambilkan, bentuk dasarnya mungkin menggambil,
mungkin pula ambilkan tetapi bukan ambil.
AFIKS
Afiks ialah suatu bentuk linguistic
yang di dalam suatu kata merupaka unrus langsung yang bukan kata dan bukan
pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk
membentuk kata atau pokok kata baru. Misalnya kata minuman. Kata ini terdiri
dari dua unsur langsung, ialah minum, yang merupakan bentuk bebas, dan -an yang
merupakan bentuk terikat. Maka morfem -an diduga merupakan afiks.
Dari deretan morfologis, dapat
ditentukan bahwa kata itu terdiri atas dua unsur langsung, ialah morfem ber-
dan morfem temu. Morfem ber- maupun temu, keduanya bukan bentuk bebas. Afiks
merupakan unsur langsung yang kemungkinan melekatnya pada bentuk-bentuk lain
lebih banyak. Apabila morfem ber- dibandingkan dengan temu, pastilah ber-
mempunyai kemungkinan melekat yang lebih banyak daripada temu. Maka dapat
ditentukan bahwa ber- merupakan afiks, dan temu merupakan bentuk dasar yang beupa pokok kata.
Afiks tentu berupa bentuk terikat,
artinya bentuk itu dalam tuturan yang biasa tidak dapat berdiri sendriri, dan
secara gramatis selalu melekat pada betuk lain. Bentuk di seperti, di rumah, di
pekarangan, di ruang tidak dapat digolongkan afiks, sebab sebenarnya bentuk itu
secara gramatis mempunyai sifat bebas. Demikian pula halnya bentu ke, seperti
ke rumah, ke toko, ke kota, ke desa, yang berbeda dengan bentuk ke-, seperti
kedua, kehendak, kekasih.
Bentuk-bentuk ku, mu, nya, kau, dan
isme, bukan merupakan afiks, melainkan termasuk golongan klitik, karena
bentuk-bentuk tersebut memiliki arti leksis, sedangkan afiks tidak. Bentuk nya yang termasuk golongan klitik ialah
bentuk nya yang jelas mempunyai
pertalian dengan ia. Bentuk –nya yang
sudah tidak mempunyai pertalian arti dengan ia, misalnya dalam rupanya dan agaknya termasuk golongan afiks, karena hubungannya dengan arti
leksisnya sudah terputus.
Bentuk isme seperti dalam nasionalisme,
patriotism, islamisme, sukuisme juga tidak dapat dimasukkan kedalam golongan
afiks, karena bentuk tersebut jelas masih memiliki arti leksis. Bentuk tersebut
termasuk golongan klitik.
Demilikanlah, dari penelitian yang
dilakukan terhadap bentuk-bentuk kata dalam bahasa Indonesia, di dapat
afiks-afiks seperti di bawah ini:
Prefiks
|
Infiks
|
Sufiks
|
meN-
ber-
di-
ter-
peN-
pe-
se-
per-
pra-
ke-
a-
maha-
para-
|
-ei-
-er-
-em-
|
-kan
-an
-i
-nya
-wan
-wati
-is
-man
-da
-wi
|
AFIKS ASLI DAN AFIKS DARI BAHASA ASING
Bentuk –in seperti pada muslimin,
dan –at seperti pada muslimat, yang dalam bahasa aslinya, ialah bahasa Arab,
merupakan afiks, tidak atau belum tentu dapat digolongkan afiks dalam bahasa
Indonesia. Berbeda sekali dengan –wan. Afiks ini berasal dari bahasa
Sansekerta, maka –wan tersebut dapat digolongkan dalam golongan afiks bahasa
Indonesia. Misalnya tokowan, usahawan, gerilyawan, sejarahwan, dan masih banyak
lagi. Afiks dalam bahasa asing dapat dimasukkan kedalam golongan afiks bahasa Indonesia,
apabila afiks tersebut sudah dapat keluar dari lingkungannya, maksudnya sanggup
melekat pada bentuk-bentuk yang tidak berasal dari bahasanya sendiri.
Bentuk –if seperti dalam sportif,
-us seperti dalam politikus, -or seperti dalam koruptor, pre- seperti dalam
prehistori, im- seperti dalam improduktif, belum dapat dimasukkan kedalam afiks
bahasa Indonesia, karena belum mampu keluar dari lingkungannya, sehingga bagi
pemakai bahasa Indonesia, morfem-morfem tersebut sama sekali tidak terasa atau
belum terasa sebagai afiks.
AFIKS YANG PRODUKTIF DAN AFIKS YANG
IMPRODUKTIF
Berdasarkan produktivitasnya, afiks
dapat digolongkan menjadi dua golongan, ialah afiks yang produktif dan yang
improduktif.
Afiks yang produktif ialah afiks
yang hidup, yang memiliki kesanggupan yang besar untuk melekat pada kata-kata
atau morfem-morfem, seperti ternyata dari distribusinya, sedangkan afiks yang
improduktif ialah afiks yang sudah usang, yang distribusinya terbatas pada
beberapa kata, yang tidak lagi membentuk kata-kata baru.
Contoh afiks yang produktif,
meskipun afiks itu berasal dari bahasa asing, ialah afiks -wan. Di sammping bentuk-bentuk lama
seperti bangsawan, hartawan, jutawan, dermawan, timbullah bentuk-bentuk kata
baru, misalnya sejarawan, negarawan, bahasawan, karyawan, dsb. Demikian pula
afiks per-an, misalnya perkoperasian, perbankan, pertokoan, perkebunan, dsb;
peN-an, misalnya pemikiran, penghijauan, pembangunan, pengambilan, pengawetan,
penyususnan, dsb; afiks ke-an, misalnya keadilan, kewargaan, keberangkatan,
kepergian, kemanusiaan, dsb.
Contoh afiks yang improduktif,
misalnya afiks –man, yang hanya terdapat pada kalimat budiman dan seniman,
afiks-afiks -el-, -er-, dan -em-, yang terdapat pada gemetar, geletar, gerigi,
gerenyut, gemuruh, temali, suruling, afiks –da yang hanya terdapat pada
kata-kata yang menyatakan hubungan kekeluargaan, misalnya adinda, kakanda,
ayahnda, nenenda, pamanda, ibunda.
Dari pengamatan terhadap
produktivitas afiks-afiks, dapatlah dikemukakan di sini bahwa yang termasuk
golongan afiks yang produktif ialah:
Prefiks
|
Infiks
|
Sufiks
|
Simulfiks
|
meN-
ber-
di-
ter-
peN-
pe-
se-
per-
ke-
|
-
-
|
-kan
-an
-i
-wan
|
ke-an
peN-an
per-an
ber-an
se-nya
|
Yang tergolong afiks yang improduktif ialah
pra-, a-, -el-, -er-, -em-, -wati, -is, -man, -da, dan –wi.
PROSES PENGGULANGAN
Proses pengulangan atau reduplikasi
ialah pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan
variasi fonem maupun tidak hasil pengulangan itu di sini disebut kata ulang,
sedangkan bentuk yang diulang merupakan bentuk dasar. Misalnya kata ulang
rumah-rumah dari bentuk dasar rumah.
Setiap kata ulang tentu memiliki
bantuk dasar. Bentuk-bentuk seperti sia-sia, alun-alun, mondar-mandir,
compang-camping, huru-hara dalam tinjauan deskriptif, tidak dapat digolongkan
kata ulang, karena sebenarnya tidak ada bentuk yang diulang. Dari deretan
morfologis, dapat ditentukan bahwa sesungguhnya tidak ada bentuk yang lebih
kecil dari bentuk-bentuk tersebut. Secara historis atau komparatif, mungkin
bentuk-bentuk itu dapat dimasukkan ke dalam golongan kata ulang. Tetapi uraian
di sini tidak berdasarkan tinjauan historis maupun komparatif. Dari deretan
morfologis, akan ternyata bahwa sia, alun, mondar atau mandir, compang atau
camping, huru atau hara bukan bentuk linguistic, berbeda dengan temu. Sekalipun
bentuk ini tidak pernah bertemu dalam bentuk temu, tetapi dari deretan
morfologis dapat dipastikan bahwa beentu
itu ada. Deretan morfologisnya:
pertemuan
penemuan
bertemu
ketemu
ditemukan

temu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar